08/05/09

Perencanaan dalam Pembangunan SD
Oleh: MS Mustofa

SEJAK pelaksanaan otonomi daerah, penyelenggaraan pendidikan diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota. Tujuan sebenarnya untuk meningkatkan keberhasilan dalam pembangunan bidang pendidikan.
Apakah pemerintah kabupaten/kota mampu menerima tanggungjawab sebagai penyelenggara pendidikan? Akan diuji dalam waktu-waktu yang akan datang. Namun kondisi saat ini tampaknya pemerintah kabupaten/kota dapat dikatakan belum memiliki kesiapan.
Sejauh ini pemerintah pusat masih memberikan subsidi untuk pendidikan. Saat ini bahkan tes penerimaan PNS guru penanganannya mulai ditarik kembali ke pemerintah pusat. Demikian pula dalam urusan tes PSB/PMB, mulai ada wacana untuk ditangani pemerintah pusat.
Pemerintah pusat juga masih menyubsidi pendidikan melalui pengangkatan guru kontrak. Selain itu, pemerintah pusat juga masih besar intervensinya dalam penyelenggaraanpendidikan nonformal (PLS).
Bagaimana sebaiknya pemerintah kabupaten/kota menjalankan perannya sebagai penyelenggara pendidikan? Apa yang mula-mula harus dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota agar pembangunan pendidikan tidak mengalami kegagalan pascaotonomi daerah?
Kompleksitas Masalah
Pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) menghadapi masalah-masalah yang kompleks. Di antaranya adalah masalah banyak gedung dan meja/kursi yang rusak, kekurangan buku perpustakaan, kekurangan guru, kualitas lulusan yang rendah, dan masalah anggaran yang tidak mencukupi.
Karena itu, penting apa yang dikatakan Masíud Machfudz, guru besar dan sekretaris senat akademik UGM yang memandang bahwa pemecahan masalah pendidikan dasar harus tetap menjadi prioritas perhatian pemerintah (Kedaulatan Rakyat, 2 September 2004).
Tidak mudah menyimpulkan mana di antara masalah-masalah di atas yang harus menjadi prioritas. Sebagaian ahli dan pemerhati meresahkan masalah kualitas. Namun ketika masalah kualitas sedang dalam pemikiran, timbul masalah gedung sekolah yang hampir roboh.
Jika ditimbang-timbang, pada tingkat SD/MI, masalah yang menuntut perhatian mendesak adalah perhatian terhadap kondisi gedung sekolah dan guru. Pada saat ini gedung SD/MI banyak yang rusak dan guru-gurunya banyak yang hampir pensiun secara besar-besaran.
Dilihat dari masalah guru, persentase ketidaklayakan terbanyak terdapat pada SD/MI, sekitar 28 persen (Suara Merdeka, 11 Januari 2005).Berdasarkan kajian di Kabupaten Grobogan, gedung-gedung SD yang ada saat ini umurnya sudah tua dari jenis bangunan "proyek" yang kurang mementingkan mutu. Banyak gedung SD yang dibangun pada tahun 1973-1978, yang dikenal SD Inpres. Gedung-gedung dari periode ini banyak yang telah mengalami kerusakan.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Grobogan, Drs Sri Mulyadi MM menyebut sekitar 300-an gedung SD di daerahnya yang rusak, 90 di antaranya rusak berat (Suara Merdeka, 25 Maret 2004). Jumlah sebanyak itu berati lebih dari sepertiga, karena gedung SD/MI hanya berjumlah sekitar 872 gedung.
Pada tingkat Jawa Tengah, menurut Suwilan Wisnu Yuwono MM, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, dari jumlah ruang kelas SD/MI 127.235 yang rusak mencapai 27.811 (21,86 %) rusak berat dan lainnya 45.718 (35,93%) masuk kategori rusak ringan (Suara Merdeka, 11 Januari 2005).
Sarana/prasarana sekolah seperti meja, kursi, almari, rak dan buku-buku perpustakaan sekolah banyak pula yang telah rusak, bahkan sudah hancur. Sejumlah sarana/prasarana tersebut ternyata juga dibuat pada tahun 1973 - 1978 bersamaan dengan pembangunan SD Inpres.
Guru-guru SD juga sudah banyak yang akan pensiun. Guru yang segera pensiun merupakan guru yang saat ini telah memasuki masa kerja 35 tahun. Karena itu, diperkirakan pada tahun 2008 - 2012 akan terjadi pensiun guru dalam jumlah relatif besar. Padahal, di kabupaten/kota tidak setiap tahun ada pengangkatan guru, baik melalui seleksi PNS, guru kontrak (pusat/daerah), maupun guru honorarium daerah.
Sebagai contoh di Kabupaten Grobogan, jumlah guru PNS yang pensiun diperkirakan mencapai 15 orang per bulan atau mencapai sekitar 180 orang per tahun. Jika tiga tahun saja tidak ada pengangkatan guru, maka Kabupaten Grobogan telah kekurangan guru sebanyak 540-an orang.
Perencanaan Pendidikan
Permasalahan dalam pendidikan yang demikian kompleks harus dipikirkan jalan keluarnya secara sungguh-sungguh oleh pemerintah. Pemerintah, baik pusat, provinsi maupun kabupaten tak dapat membiarkan masalah-masalah pendidikan terus berkembang menjadi masalah yang makin sulit diatasi.
Hal mendesak yang harus dilakukan adalah pemerintah kabupaten/kota selaku penerima mandat otonomi daerah segera menyusun perencanaan pembangunan pendidikan secara terprogram dan berkelanjutan.Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah: Pertama, membuat peta keadaan pendidikan. Peta tersebut mencakup keadaan gedung sekolah yang terdiri atas jumlah dan persebaran, kualitas, dan daya tampung gedung sekolah, dan
keadaan sarana kelengkapan sekolah, seperti halaman, pagar, sumur, tempat ibadah, sarana kesehatan sekolah (UKS), sarana perpustakaan.
Peta pendidikan mencakup pula gambaran keadaan guru, yang menunjukkan keadaan jumlah guru per sekolah dan perbidang studi, status berdasarkan PNS dan non-PNS, tingkat pendidikan, dan masa kerja, golongan ruang dan kelayakan mengajar serta sistem karier guru.
Selain itu, juga digambarkan keadaan siswa mencakup jumlah dan persebaran siswa, dan siswa berdasarkan prestasi belajar di sekolah.
Selanjutnya, penjelasan keadaan sarana/prasarana dan lingkungan sekolah, baik lingkungan fisik, sosial, maupun budaya yang dapat mendukung penyelenggaraan pendidikan. Keadaan sarana/ prasarana mencakup keadaan meja/kursi, papan tulis, perpustakaan sekolah, ruang UKS, alat-alat olahraga, media/alat peraga, halaman sekolah, pagar, sarana ibadah, dan kamar mandi/WC sekolah.
Peta dan penjelasaan keadaan lingkungan tersebut meliputi gambaran keadaan pendidikan tingkat kabupaten/kota, tingkat kecamatan, tingkat desa, hingga tingkat sekolah.
Kedua, berdasarkan peta tersebut, disusun pula masalah-masalah yang dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan dilihat dari potensi yang dimiliki sekolah, kelemahan-kelemahan, dan peluang serta tantangan yang ada.Dengan melihat kaitan antarkomponen gedung, guru dan siswa serta lingkungan sekolah, dapat diketahui masalah-masalah dalam penyelenggaraan pendidikan yang mendesak untuk ditangani. Misalnya, berapa kekurangan ruang kelas, kekurangan guru, kekurangan alat-alat belajar dan sebagainya.
Ketiga, menyusun rencana pembangunan pendidikan sekurang-kurangnya dalam jangka lima tahunan. Berapa dan bagaimana caranya gedung dapat direnovasi, buku yang harus diadakan, meja/kursi harus diganti/diadakan dan guru yang harus diangkat per tahun dalam lima tahun yang akan datang, dan bagaimana meningkatkan kualitas guru yang masih kurang layak mengajar.
Berdasarkan masukan tersebut, dalam program selanjutnya dapat diusulkan rencana anggaran yang dibutuhkan dan dari mana sumber dana dapat diperoleh.Penyusunan inipenting untuk menginventarisasi, mengidentifikasi, dan memecahkan masalah-masalah pendidikan, menentukan skala prioritas, dan pada akhirnya menentukan anggaran yang diperlukan. Perencanaan juga memungkinkan dilakukan evalusi tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan, hambatan-hambatan dan upaya memperbaiki langkah selanjutnya.
Rancangan seperti itu di kabupaten/kota sebagian sudah ada, yang disusun dalam bentuk Rencana Strategis (Renstra), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), atau Rencana Induk Program Pokok (RIPP). Namun rancangan yang ada masih banyak yang berupa paparan data statistik, karena itu perlu dirinci dalam penjelasan perancangan program-program yang lebih operasional. (29)

sumber : http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Perencanaan-dalam-Pembangunan-SD
oleh : MS Mustofa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar