08/05/09

Kamis, 21 Agustus 2003
Setuju Tambah Bangunan Sekolah

Sanggau,- DINAS Pendidikan Sanggau sangat setuju usulan anggota Dewan yang menginginkan adanya peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, sehingga tolok ukurnya menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) juga berkualitas. Tetapi bagaimana dengan tenaga gurunya, karena sampai saat ini Dinas Pendidikan masih kekurangan tenaga guru.

"Oke saja, pembangunan sekolah negeri diwujudkan, akan tetapi bagaimana persoalan mengenai tenaga guru. Sebab, kalau berbicara mengenai kualitas pendidikan dan menciptakan SDM yang berkualitas, perlu didukung semua aspek tidak hanya sarana dan prasarana saja," ungkap FX Suparman, Kabag Tata Usaha Dinas Pendidikan Kabupaten Sanggau kepada Pontianak Post, Rabu (20/8) kemarin.

Kesemua aspek tersebut, papar Suparman, seperti menyangkut aspek sarana dan prasarana pendidikan, manajemen sekolah termasuk manajemen Dinas Pendidikan sendiri, aspek profesional, aspek sosialitas, dan aspek kesejahteraan. "Cakupan aspek itu sangat luas artinya, sehingga untuk mewujudkan sekolah yang bermutu dan menghasilkan pendidikan yang bermutu pula, harus ditandai meningkatnya SDM yang berkualitas. Dan ini perlu didukung semua unsur masyarakat, pemerintah dan swasta, selain perlu proses sehingga tidak semudah yang dibayangkan," jelas Suparman.

Kendalanya, sebut Suparman, antara lain menyangkut pemeliharaan gedung sekolah, karena saat ini hampir sebagian besar bangunan sekolah mengalami kerusakan terutama gedung Sekolah Dasar (SD) yang memang bangunan tersebut telah berumur, karena di bangun pada tahun 70-an. "Persoalannya bangunan sekolah banyak mengalami kerusakan, lantaran selama ini pemeliharaan bangunan belum terprogram dan terbatasnya anggaran yang dialokasikan untuk pemeliharaan," ungkap Suparman. Belum lagi dalam meningkatkan manajemen sekolah dan profesional guru, lanjutnya, Dinas Pendidikan telah berupaya semaksimal mungkin untuk terus mengadakan pelatihan dan penyetaraan tenaga pengajar, termasuk mengoptimalisasi pengawas sekolah dan fungsi sekolah.

Dalam menunjang pelaksanaannya, terang Suparman, memang masih ditemui kendala, karena untuk mencapai keprofesional guru terbentur pada aspek kesejahteraan guru itu sendiri. "Harus diakui kemampuan guru dalam menguasai mata pelajaran dan metode pengajaran masih minim, karena ini masih terbentur kurangnya perhatian pemerintah akan kesejahteraan para guru. Wajar kalau kemudian guru-guru ini terutama di daerah pedalaman yang mencari penghasilan tambahan atau pekerjaan sambilan seperti mengojek, yang pada akhirnya pekerjaan guru terfokus pada pekerjaan sambilan. Ini yang sangat mengkhawatirkan, akibat tidak adanya korelasi antara kesejahteraan dengan tugas guru yang demikian berat," beber Suparman.

Di samping itu, tambahnya, persoalan lain yang dihadapi adalah kurangnya tenaga guru, dan ini telah dicoba untuk diatasi dengan mengangkat guru bantu. Tetapi meski ada guru bantu, tetap saja masih kekurangan tenaga guru. Karena sejak otonomi daerah, semua kewenangan dalam mengurusi daerah, adalah daerah itu sendiri. Sehingga untuk menambah tenaga guru juga terbentur pada kewenangan tersebut, sementara jatah pemerintah untuk mengadakan pengangkatan guru tidak semudah itu, akibatnya untuk mengisi kekurangan tenaga guru sangat sulit. "Sejauh ini memang telah diusahakan dengan pengangkatan guru bantu, namun itu sifatnya sementara meski ini telah terealisasikan, termasuk menambah bangunan sekolah yang juga telah terealiasasikan 2 unit sekolah negeri yakni SMU Negeri Nanga Taman, dan SLTP Suruh Tembawang," kata Suparman.

Pembangunan SMU Negeri Nanga Taman memang sangat diperlukan, karena letaknya strategis dan dapat dijangkau daerah-daerah lain seputar daerah trersebut. Sedangkan SLTP Suruh Tembawang Kecamatan Entikong, sejauh ini di daerah tersebut belum memiliki sekolah lanjutan tingkat pertama, sehingga perlu di bangun sekolah negeri. "Untuk pembangunan memang hanya diprioritas pada daerah-daerah yang memerlukan saja," jelasnya.

sumber : http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Sanggau&id=35925
Kamis, April 16, 2009
PROBLEMATIKA SARANA DAN PRASARANA PEMBELAJARAN BAHASA
A. Konsep Sarana dan Prasarana Pendidikan
Perlengkapan sekolah merupakan salah satu bagian kajian dalam administrasi sekolah (school administration), atau administrasi pendidikan (educational administration) dan sekaligus menjadi bidang garapan kepala sekolah selaku administrator sekolah yang diharapkan dapat memberikan layanan secara profesional dalam bidang perlengkapan atau fasilitas kerja bagi personel sekolah. Dengan pengelolaan yang efektif dan efisien diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja personel sekolah.

Perlengkapan sekolah, atau juga sering disebut dengan fasilitas sekolah, dapat dikelompokkan menjadi: (1) sarana pendidikan; dan (2) prasarana pendidikan. Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, sedangkan prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Dalam hal ini sekolah sangat membutuhkan sarana dan prasarana demi untuk kelangsungan proses belajar belajar.

B.Macam-macam Sarana dan Prasarana Pendidikan
Dalam hubungannya dengan sarana pendidikan, Nawawi (1987) mengklasifikasikan sarana menjadi beberapa macam sarana pendidikan, yaitu ditinjau dari sudut: (1) habis tidaknya dipakai; (2) bergerak tidaknya pada saat digunakan; dan (3) hubungannya dengan proses belajar mengajar.
1)Ditinjau dari Habis Tidaknya Dipakai
Apabila dilihat dari habis tidaknya dipakai, ada dua macam sarana pendidikan, yaitu sarana pendidikan yang habis dipakai dan sarana pendidikan tahan lama.

(a)Sarana pendidikan yang habis dipakai
Sarana pendidikan yang habis dipakai adalah segala bahan atau alat yang apabila digunakan bisa habis dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit karena apa yang sudah dibeli tidak bisa kita gunakan lagi . Sebagai contohnya adalah kapur tulis yang biasa digunakan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran, beberapa bahan kimia yang sering kali digunakan oleh seorang guru dan siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Selain itu, ada beberapa sarana pendidikan yang berubah bentuk misalnya, kayu, besi, dan kertas karton yang sering kali digunakan oleh guru dalam mengajar materi pelajaran keterampilan. Sementara, sebagai contoh sarana pendidikan yang berubah bentuk adalah pita mesin tulis, bola lampu, dan kertas.

(b)Sarana pendidikan yang tahan lama
Sarana pendidikan yang tahan lama adalah keseluruhan bahan atau alat yang dapat digunakan secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama. Beberapa contohnya adalah bangku sekolah, mesin tulis, atlas, globe, dan beberapa peralatan olahraga. Dalam hal ini sarana pendidikan tahan lama adalah inventaris yang secara terus menerus masih membutuhkan biaya untuk perawatan.

2)Ditinjau dari Pendidikan Bergerak Tidaknya
(a)Sarana pendidikan yang bergerak
Sarana pendidikan yang bergerak adalah sarana pendidikan yang bisa digerakkan atau dipindah sesuai dengan kebutuhan pemakaiannya. Lemari arsip sekolah misalnya, merupakan salah satu sarana pendidikan yang bisa digerakkan atau dipindahkan ke mana mana bila diinginkan. Sarana pendidikan ini bisa digunakan pada berbagai tingkatan kelas.

(b)Sarana pendidikan yang tidak bisa bergerak
Sarana pendidikan yang tidak bisa bergerak adalah semua sarana pendidikan yang tidak bisa atau relatif sangat sulit untuk dipindahkan. Misalnya saja suatu sekolah dasar yang telah memiliki saluran dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Semua peralatan yang berkaitan dengan itu, seperti pipanya relatif tidak mudah untuk dipindahkan ke tempat tempat tertentu. Perpindahan ini harus melalui persetujuan dari berbagai pihak sehingga sulit sekali untuk dilaksanakan.


3)Ditinjau dari hubungannya dengan Proses Belajar Mengajar
Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar, ada dua jenis sarana pendidikan. Pertama, sarana pendidikan yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. Sebagai contohnya adalah kapur tulis, atlas, dan sarana pendidikan lainnya yang digunakan guru dalam mengajar. Kedua, sarana pendidikan yang secara tidak langsung berhubungan dengan proses belajar mengajar, seperti lemari arsip di kantor sekolah merupakan sarana pendidikan yang tidak secara langsung digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar.

Sedangkan prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam. Pertama, prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik keterampilan, dan ruang laboratorium. Kedua, prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar. Beberapa contoh tentang prasarana sekolah jenis terakhir tersebut di antaranya adalah ruang kantor, kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kamar kecil, ruang usaha kesehatan sekolah, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir kendaraan
C. Prinsip-prinsip Pengadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Secara umum, tujuan pengadaan sarana dan prasarana sekolah adalah memberikan layanan secara profesional di bidang pendidikan dalam rangka terselenggaranya proses pendidikan secara efektif dan efisien. Agar tujuan tersebut tercapai, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam mengelola sarana dan prasarana pendidikan di sekolah. Prinsip prinsip yang dimaksud adalah (1) prinsip pencapaian tujuan; (2) prinsip efisiensi; (3) prinsip administratif., (4) prinsip kejelasan tanggung jawab; dan (5) prinsip kekohesifan. Apabila kelima prinsip tersebut diterapkan, manajemen perlengkapan pendidikan bisa menyokong tercapainya tujuan pendidikan.
1)Prinsip Pencapaian Tujuan
Pada dasarnya pengadaan sarana dan prasarana sekolah dilakukan dengan maksud agar semua fasilitas sekolah dalam keadaan kondisi siap pakai. Oleh sebab itu, sarana dan prasarana sekolah dapat dikatakan efektif bilamana fasilitas sekolah itu selalu siap pakai setiap saat, pada setiap ada seorang personel sekolah akan menggunakannya.

2)Prinsip Efisiensi
Dengan prinsip efisiensi berarti semua kegiatan pengadaan sarana dan prasarana sekolah dilakukan dengan perencanaan yang hati hati, sehingga bisa memperoleh fasilitas yang berkualitas baik dengan harga yang relatif murah. Dalam rangka itu maka perlengkapan sekolah hendaknya dilengkapi dengan petunjuk teknis penggunaan dan pemeliharaannya. Petunjuk teknis tersebut dikomunikasikan kepada semua personel sekolah yang diperkirakan akan menggunakannya. Selanjutnya, bilamana dipandang perlu, dilakukan pembinaan terhadap semua personel.

3)Prinsip Administratif
Di Indonesia terdapat sejumlah peraturan perundang undangan yang berkenaan dengan sarana dan prasarana pendidikan. Sebagai contohnya adalah peraturan tentang inventarisasi dan penghapusan perlengkapan milik negara. Dengan prinsip administratif berarti semua perilaku pengelolaan perlengkapan pendidikan di sekolah itu hendaknya selalu memperhatikan undang undang, peraturan, instruksi, dan pedoman yang telah diberlakukan oleh pemerintah. Sebagai upaya penerapannya, tiap penanggung jawab pengelolaan perlengkapan pendidikan hendaknya memahami semua peraturan perundang undangan tersebut dan menginformasikan pada semua personel sekolah yang diperkirakan akan berpartisipasi dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan.

4)Prinsip Kejelasan Tanggung Jawab
Di Indonesia tidak sedikit adanya lembaga pendidikan yang sangat besar dan maju. Oleh karena besar, sarana dan prasarananya sangat banyak sehingga manaje¬mennya melibatkan banyak orang. Bilamana hal itu terjadi maka perlu adanya pengorganisasian kerja pengelolaan perlengkapan pendidikan. Dalam pengorgasasiannya, semua tugas dan tanggung jawab semua orang yang terlibat itu perlu deskripsikan dengan jelas.

5)Prinsip Kekohesifan
Dengan prinsip kekohesifan berarti pengelolaan sarana dana prasarana pendidikan di sekolah hendaknya terealisasikan dalam bentuk proses kerja sekolah yang sangat kompak. Oleh karena itu, walaupun semua orang yang terlibat dalam pengelolaan sarana dan prasarana itu telah memiliki tugas dan tanggungjawab masing masing, namun antara yang satu dengan yang lainnya harus selalu bekerja sama dengan baik.

D.Proses Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pengelolaan sarana dan prasarana sekolah sesungguhnya merupakan proses kerja sama pendayagunaan semua perlengkapan sekolah secara efektif dan efisien. Satu hal yang perlu dipertegas dalam definisi tersebut adalah bahwa pengelolaan sarana dan prasarana sekolah merupakan suatu proses pendayagunaan yang sasarannya adalah perlengkapan pendidikan, seperti perlengkapan kantor sekolah, perlengkapan perpustakaan, media pengajaran, dan perlengkapan lainnya. Dengan kata lain, pengelolaan sarana dan prasarana sekolah itu terwujud sebagai suatu proses yang terdiri atas langkah langkah tertentu secara sistematis.

Berkaitan dengan hal tersebut, Stoops dan Johnson (1967), mengungkapkan langkah langkah pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan itu meliputi analisis kebutuhan, analisis anggaran, seleksi, penetapan kebutuhan, pembelian, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemakaian, inventarisasi, dan pemeliharaan. Kegiatan kegiatan seperti analisis dan penyusunan kebutuhan, pembelian, penerimaan perlengkapan sekolah yang pada dasarnya dilakukan oleh pengelola sarana dan prasarana pendidikan sebagai perencanaan pengadaan sarana dan prasarana. Oleh karena itu, semua kegiatan tersebut dapat dikategorikan dengan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan.

Selanjutnya, secara periodik semua sarana dan prasarana sekolah tersebut diinventarisasi. Apabila dalam penginventarisasiannya ternyata ada sejumlah sarana dan prasarana yang sudah tidak layak pakai maka perlu dilakukan penghapusan. Pada gilirannya nanti, semua hasil inventarisasi dan penghapusan tersebut dijadikan dasar analisis kebutuhan untuk pengadaan sarana dan prasarana sekolah pada masa berikutnya.

1) Perencanaan Sarana Prasarana Sekolah
Ditinjau dari arti katanya, perencanaan adalah suatu proses memikirkan dan menetapkan kegiatan kegiatan atau program program yang akan dilakukan di masa yang akan datang untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, perencanaan sarana prasarana pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu proses memikirkan dan menetapkan program pengadaan fasilitas sekolah, baik yang berbentuk sarana maupun prasarana pendidikan di masa yang akan datang untuk mencapai tujuan tertentu. Apabila pengadaan perlengkapan itu betul betul sesuai dengan kebutuhannya, berarti perencanaan pengadaan perlengkapan di sekolah itu betul betul efektif.
2) Prosedur Perencanaan Pengadaan Sarana Prasarana

Perencanaan sarana prasarana pendidikan di sekolah, diawali dengan menganalisis jenis pengalaman pendidikan yang diberikan di sekolah itu. Jones (1969) mendeskripsikan langkah langkah perencanaan pengadaan sarana prasarana pendidikan di sekolah sebagai berikut.
(a) Menganalisis kebutuhan pendidikan suatu masyarakat dan menetapkan program untuk masa yang akan datang sebagai dasar untuk mengevaluasi keberadaan fasilitas dan membuat model perencanaan perlengkapan yang akan datang.
(b) Melakukan survei ke seluruh unit sekolah untuk menyusun master plan untuk jangka waktu tertentu.
(c) Memilih kebutuhan utama berdasarkan hasil survei.
(d) Mengembangkan educational specification untuk setiap proyek yang terpisah¬-pisah dalam usulan master plan.
(e) Merancang setiap proyek yang terpisah pisah sesuai dengan spesifikasi pendidikan yang diusulkan.
(f) Mengembangkan atau menguatkan tawaran atau kontrak dan melaksanakan sesuai dengan gambaran kerja yang diusulkan.
(g) Melengkapi perlengkapan gedung dan meletakkannya sehingga siap untuk digunakan.

Emery Stoops dan Russel E. Johnson (1969) mengemukakan bahwa prosedur perencanaan pengadaan perlengkapan pendidikan di sekolah, sebagai berikut.
(a) Pembentukan panitia pengadaan barang atau perlengkapan.
(b) Penetapan kebutuhan perlengkapan.
(c) Penetapan spesifikasi.
(d) Penetapan harga satuan perlengkapan.
(e) Pengujian segala kemungkinan.
(f) Rekomendasi.
(g) Penilaian kembali.

Menurut Stoop dan Johnson, langkah pertama perencanaan pengadaan perlengkapan sekolah adalah pembentukan panitia pengadaan. Kedua, panitia tersebut menganalisis kebutuhan perlengkapan dengan jalan menghitung atau mengidentifikasi kekurangan rutin, barang yang rusak, kekurangan unit kerja, dan kebijaksanaan kepala sekolah.
Sementara menurut Boeni Soekarno (1987) langkah langkah perencanaan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah, yaitu sebagai berikut.
(a) Menampung semua usulan pengadaan perlengkapan sekolah yang diajukan setiap unit kerja sekolah dan atau menginventarisasi kekurangan perlengkapan sekolah.
(b) Menyusun rencana kebutuhan perlengkapan sekolah untuk periode tertentu, misalnya, untuk satu tri wulan atau satu tahun ajaran.
(c) Memadukan rencana kebutuhan yang telah disusun dengan perlengkapan yang telah tersedia sebelumnya. Dalam rangka itu, perencana atau panitia pengadaan mencari informasi tentang perlengkapan yang telah dimiliki oleh sekolah. Salah satu cara adalah dengan jalan membaca buku inventaris atau buku induk barang. Berdasarkan panduan tersebut lalu disusun rencana kebutuhan perlengkapan, yaitu mendaftar semua perlengkapan yang dibutuhkan yang belum tersedia di sekolah.
(d) Memadukan rencana kebutuhan dengan dana atau anggaran sekolah yang telah tersedia. Apabila dana yang tersedia tidak mencukupi untuk pengadaan semua kebutuhan itu maka perlu dilakukan seleksi terhadap semua kebutuhan perlengkapan yang telah direncanakan, dengan melihat urgensi setiap perlengkapan tersebut. Semua perlengkapan yang urgen segera didaftar.
(e) Memadukan rencana (daftar) kebutuhan perlengkapan dengan dana atau anggaran yang ada. Apabila ternyata masih melebihi dari anggaran yang tersedia, perlu dilakukan seleksi lagi dengan cara membuat skala prioritas.
(f) Penetapan rencana pengadaan akhir.

Berdasarkan keseluruhan uraian tentang prosedur perencanaan pengadaan sarana prasarana di sekolah sebagaimana dikemukakan di atas, dapat ditegaskan bahwa proses perencanaan pengadaan sarana prasarana di sekolah tidak mudah. Perencanaan pengadaan sarana prasarana merupakan upaya memikirkan perlengkapan yang diperlukan di masa yang akan datang dan bagaimana pengadaannya secara sistematis, rinci, dan teliti berdasarkan informasi yang realistis tentang kondisi sekolah dasar.
Agar prinsip prinsip tersebut betul betul terpenuhi, semua pihak yang dilibatkan atau ditunjuk sebagai panitia perencanaan pengadaan perlengkapan di sekolah perlu mengetahui dan mempertimbangkan program pendidikan, perlengkapan yang sudah dimiliki, dana yang tersedia, dan harga pasar. Dalam hubungannya dengan program pendidikan yang perlu diperhatikan adalah organisasi kurikulum sekolah, metode pengajaran, dan media pengajaran yang diperlukan. Dalam kaitannya dengan dana yang tersedia, ada beberapa sumber dana yang biasanya dimiliki sekolah, seperti dana proyek, dana yayasan, atau sumbangan rutin orang tua murid. Sedangkan dalam hubungannya dengan perlengkapan yang sudah dimiliki ada tiga hal yang perlu diketahui, yaitu jenis, jumlah sarana prasarana, dan kualitasnya masing masing.

3) Pengadaan Sarana Prasarana Sekolah
Pengadaan sarana prasarana pendidikan pada dasarnya merupakan upaya merealisasikan rencana pengadaan perlengkapan yang telah disusun sebelumnya. Berkaitan dengan pengadaan sarana prasarana sekolah, ada beberapa cara yang dapat ditempuh oleh pengelola sekolah untuk mendapatkan sarana prasarana yang dibutuhkan sekolah, antara lain dengan cara membeli, mendapatkan hadiah atau sumbangan, tukar menukar, dan meminjam.

4) Pendistribusian Sarana Prasarana Sekolah
Pendistribusian atau penyaluran perlengkapan merupakan kegiatan pemindahan barang dan tanggung jawab dari seorang penanggung jawab penyimpanan kepada unit unit atau orang orang yang membutuhkan barang itu. Dalam prosesnya, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu ketepatan barang yang disampaikan, baik jumlah maupun jenisnya; ketepatan sasaran penyampaiannya, dan ketepatan kondisi barang yang disalurkan. Dalam rangka itu, paling tidak tiga langkah yang sebaiknya ditempuh oleh bagian penanggung jawab penyimpanan atau penyaluran, yaitu (1) penyusunan alokasi barang; (2) pengiriman barang; dan (3) penyerahan barang.

Dalam kaitan dengan perihal di atas, perlu adanya penyusunan alokasi pendistribusian. Dengan terlebih dahulu melakukan penyusunan alokasi pendistribusian barang barang yang telah diterima oleh sekolah yang dapat disalurkan sesuai dengan kebutuhan barang pada bagian bagian sekolah, dengan melihat kondisi, kualitas, dan kuantitas barang yang ada. Semakin jelas alokasinya, semakin jelas pula pelimpahan tanggungjawab pada penerima. Dengan demikian, pendistribusi¬annya lebih mudah dilaksanakan dan dikontrol setiap saat. Tujuan akhir penyusunan alokasi tersebut pada akhirnya adalah untuk menghindari pemborosan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Untuk pendistribusian barang , dapat ditegaskan bahwa pada dasarnya ada dua sistem pendistribusian barang yang dapat ditempuh oleh pengelola perlengkapan sekolah, yaitu sistem langsung dan sistem tidak langsung.

Dengan menggunakan sistem pendistribusian langsung, berarti barang barang yang sudah diterima dan diinventarisasikan langsung disalurkan pada bagian bagian yang membutuhkan tanpa melalui proses penyimpanan terlebih dahulu. Sedangkan dengan menggunakan sistem pendistribusian yang tidak langsung berarti barang barang yang sudah diterima dan sudah diinventarisasikan tidak secara langsung disalurkan, melainkan harus disimpan terlebih dahulu di gudang penyimpanan dengan teratur. Hal ini biasanya digunakan apabila barang barang yang lalu ternyata masih tersisa.
Sistem apa pun yang digunakan oleh pengelola perlengkapan pendidikan di sekolah tidak perlu dipersoalkan, asalkan memenuhi asas asas dalam pendistribusian yang efektif Ada beberapa asas pendistribusian ini yang perlu diperhatikan, yaitu (1) asas ketepatan; (2) asas kecepatan; (3) asas keamanan; (4) asas ekonomis. Namun seandainya digunakan sistem pendistribusian tidak langsung maka barang barang yang perlu disimpan di gudang perlu mendapatkan pengawasan yang efektif.
5) Penggunaan dan Pemeliharaan Sarana Prasarana Sekolah

Dalam kaitan dengan pemakaian perlengkapan pendidikan itu, ada dua prinsip yang harus selalu diperhatikan, yaitu prinsip efektivitas dan prinsip efisiensi. Dengan prinsip efektivitas berarti semua pemakaian perlengkapan pendidikan di sekolah harus ditujukan semata-¬mata dalam rangka memperlancar pencapaian tujuan pendidikan sekolah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dengan prinsip efisiensi berarti pemakaian semua perlengkapan pendidikan di sekolah secara hemat dan dengan hati hati sehingga semua perlengkapan yang ada tidak mudah habis, rusak, atau hilang.
Dalam rangka memenuhi kedua prinsip tersebut di atas maka paling tidak ada tiga kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh personel sekolah yang akan memakai perlengkapan pendidikan di sekolah, yaitu (1) memahami petunjuk penggunaan perlengkapan pendidikan; (2) menata perlengkapan pendidikan; dan (3) memelihara baik secara kontinu maupun berkala semua perlengkapan pendidikan.

Ada beberapa macam pemeliharaan sarana prasarana pendidikan di sekolah. Ditinjau dari sifatnya, ada empat macam pemeliharaan perlengkapan pendidikan. Keempat pemeliharaan tersebut cocok dilakukan pada perlengkapan pendidikan berupa mesin. Pertama, pemeliharaan yang bersifat pengecekan. Pengecekan ini dilakukan oleh seseorang yang mengetahui tentang baik buruknya keadaan mesin. Kedua, pemeliharaan yang bersifat pencegahan. Pemeliharaan dengan cara demikian itu dilakukan agar kondisi mesin selalu dalam keadaan baik. Misalnya, sekolah memiliki sepeda motor dinas hendaknya setiap hari dilakukan pemeriksaan terhadap minyak rem dan bensinnya. Ketiga, pemeliharaan yang bersifat perbaikan ringan, seperti perbaikan remnya. Keempat, perbaikan berat.
Sedangkan apabila ditinjau dari waktu perbaikannya, ada dua macam peme¬liharaan sarana prasarana sekolah, yaitu pemeliharaan sehari hari dan pemeliharaan berkala. Pemeliharaan sehari hari, misalnya, berupa menyapu, mengepel lantai, dan membersihkan pintu. Sedangkan pemeliharaan berkala, misalnya, berupa pengontrolan genting dan pengapuran dinding.

6) Inventarisasi dan Penghapusan Sarana Prasarana Sekolah
Salah satu aktivitas dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan di sekolah adalah mencatat semua perlengkapan yang dimiliki oleh sekolah. Lazimnya, kegiatan pencatatan semua perlengkapan itu disebut dengan istilah inventarisasi perlengkapan pendidikan. Kegiatan tersebut merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Secara definitif, inventarisasi adalah pencatatan dan penyusunan daftar barang milik negara secara sistematis, tertib, dan teratur berdasarkan ketentuan ketentuan atau pedoman pedoman yang berlaku. Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor Kep. 225/MK[V/4/ 1971 barang milik negara adalah berupa semua barang yang berasal atau dibeli dengan dana yang bersumber, baik secara keseluruhan atau sebagiannya, dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBN) ataupun dana lainnya yang barang barangnya di bawah penguasaan pemerintah, baik pusat, provinsi, maupun daerah otonom, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri.

Definisi di atas menegaskan bahwa inventarisasi itu adalah pencatatan semua barang milik negara. Namun sebenarnya yang perlu diinventarisasi tidak hanya itu. Semua barang atau perlengkapan di sekolah, baik barang barang habis pakai maupun tahan lama, baik barang barang milik negara maupun milik sekolah, baik yang bergerak atau tidak bergerak, yang murah maupun mahal, harus diinventari¬sasi secara tertib menurut tata cara yang berlaku.

Semua sarana prasarana pendidikan di sekolah atau barang inventaris sekolah harus dilaporkan. Sekolah sekolah swasta wajib melaporkannya kepada yayasannya. Laporan tersebut seringkali disebut dengan istilah laporan mutasi barang. Pelaporan tersebut dilakukan sekali dalam setiap tri wulan. Misalnya, pada setiap, bulan Juli, Oktober, Januari, dan April tahun berikutnya. Biasanya di sekolah itu ada barang rutin dan barang proyek. Bilamana demikian halnya, maka pelaporannya pun seharusnya dibedakan. Dengan demikian, ada laporan barang rutin, ada laporan barang proyek

Secara definitif, penghapusan perlengkapan adalah kegiatan meniadakan barang barang milik lembaga (bisa juga sebagai milik negara) dari daftar inventaris dengan cara berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku. Sebagai salah satu aktivitas dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan di sekolah, penghapusan perlengkapan bertujuan untuk:
(a) mencegah atau membatasi kerugian yang lebih besar sebagai akibat pengeluaran dana untuk pemeliharaan atau perbaikan perlengkapan yang rusak;
(b) mencegah terjadinya pemborosan biaya pengamanan perlengkapan yang tidak berguna lagi;
(c) membebaskan lembaga dari tanggung jawab pemeliharaan dan pengamanan;
(d) meringankan beban inventarisasi.

Kepala sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan penghapusan terhadap perlengkapan pendidikan di sekolahnya. Namun, perlengkapan yang akan dihapus harus memenuhi syarat syarat penghapusan. Demikian pula prosedurnya harus mengikuti peraturan perundang undangan yang berlaku. Mengenai syarat syarat dan prosedur penghapusan perlengkapan pendidikan di sekolah seperti berikut ini.

(a) Syarat Syarat Penghapusan
Barang barang perlengkapan pendidikan di sekolah yang memenuhi syarat penghapusan adalah barang barang:
(1) dalam keadaan rusak berat sehingga tidak dimanfaatkan lagi,
(2) tidak sesuai dengan kebutuhan,
(3) kuno, yang penggunaannya tidak sesuai lagi,
(4) terkena larangan,
(5) mengalami penyusutan di luar kekuasaan pengurus barang,
(6) yang biaya pemeliharaannya tidak seimbang dengan kegunaannya,
(7) berlebihan, yang tidak digunakan lagi,
(8) dicuri,
(9) diselewengkan, dan
(10) terbakar atau musnah akibat adanya bencana alam.

(b)Prosedur Penghapusan
Sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku di Indonesia, langkah langkah penghapusan perlengkapan pendidikan di sekolah, adalah sebagai berikut.

(1)Kepala sekolah (bisa dengan menunjuk seseorang) mengelompokkan perlengkapan yang akan dihapus dan meletakkannya di tempat yang aman namun tetap di dalam lokasi sekolah.

(2)Menginventarisasi perlengkapan yang akan dihapus tersebut dengan cara mencatat jenis, jumlah, dan tahun pembuatan perlengkapan tersebut.

(3)Kepala sekolah mengajukan usulan penghapusan barang dan pembentukan panitia penghapusan, yang dilampiri dengan data barang yang rusak (yang akan dihapusnya) ke Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kota/Kabupaten.

(4)Setelah SK penghapusan dari Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kota/Kabupaten terbit, selanjutnya panitia penghapusan segera bertugas, yaitu memeriksa kembali barang yang rusak berat, biasanya dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan.

(5)Begitu selesai melakukan pemeriksaan, panitia mengusulkan penghapusan barang barang yang terdaftar di dalam Berita Acara Pemeriksaan. Dalam rangka itu, biasanya perlu adanya pengantar dari kepala sekolahnya. Usulan itu lalu diteruskan ke pemda kabupaten/kota melalui kepala bagian perlengkapan

(6)Akhirnya begitu surat keputusan penghapusan dari pemda kabupaten/kota datang, bisa segera dilakukan penghapusan terhadap barang barang tersebut. Ada dua kemungkinan penghapusan perlengkapan sekolah, yaitu dimusnahkan dan dilelang. Apabila melalui lelang, yang berhak melelang adalah kantor lelang setempat. Sedangkan basil lelangnya menjadi milik negara.

A.Permasalahan Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar
Data yang diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional memberi informasi bahwa secara kuantitatif fasilitas layanan pendidikan sudah cukup baik dengan rasio murid per ruang kelas sebesar 26 untuk SD/MI, 37 untuk SMP/MTs dan 39 untuk SMA/SMK/MA. Pada saat yang sama rasio murid per guru adalah 20 untuk SD/MI, 14 untuk SMP/MTs dan 13 untuk SMA/SMK/MA. Namun jika dilihat kualitasnya dapat disimpulkan bahwa fasilitas layanan pendidikan masih jauh dari memadai.

Pada tahun 2004 sekitar 57,2 persen gedung SD/MI dan sekitar 27,3 persen gedung SMP/MTs mengalami rusak ringan dan rusak berat. Gedung SD/MI yang dibangun secara besar-besaran pada saat dimulainya Program Inpres SD tahun 1970an dan Program Wajib Belajar Enam Tahun pada tahun 1980an sudah banyak yang rusak berat yang diperburuk dengan terbatasnya biaya perawatan dan perbaikan. Rehabilitasi/revitalisasi bangunan SD/MI yang rusak melalui dana dekonsentrasi maupun Dana Alokasi Khusus (DAK) ternyata belum dapat mengimbangi peningkatan jumlah bangunan yang rusak. Agar tidak semakin banyak lagi sekolah-sekolah yang rubuh perlu dilakukan tindakan affirmatif dalam menangani kerusakan sekolah. Alokasi anggaran untuk rehabilitasi sekolah harus ditingkatkan yang diikuti dengan monitoring dan evaluasi yang ketat sehingga dana yang dialokasikan benar-benar dimanfaatkan secara efektif dan efisien.

Pada saat yang sama sebagian besar sekolah belum memiliki prasarana penunjang mutu pendidikan seperti perpustakaan dan laboratorium. Dari seluruh sekolah yang terjaring dalam survei yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional tahun 2003 sebanyak 159.132 SD/MI, hanya 30,78 persen sekolah yang memiliki perpustakaan. Disamping itu kondisi prasarana penunjang yang adapun cukup banyak yang telah rusak. Ruang laboratorium pada jenjang SMP/MTs yang mengalami kerusakan ringan dan berat berkisar antara 8,4 persen untuk lab komputer dan 22,3 untuk lab IPS.

Kepemilikan komputer dan akses internet sebagai bentuk pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di bidang pendidikan masih sangat terbatas. Sampai dengan tahun 2004 baru sebagian kecil sekolah/madrasah yang memiliki akses internet. Untuk jenjang SMP/MTs baru 29,6 persen institusi yang memiliki komputer dan hanya 3,3 persen yang memiliki akses internet.

Terbatasnya ketersediaan buku juga merupakan salah satu faktor terpenting penyelenggaraan pembelajaran yang berkualitas. Namun demikian berbagai sumber data termasuk SUSENAS 2003 mengungkapkan bahwa tidak semua peserta didik dapat mengakses buku pelajaran baik dengan membeli sendiri maupun disediakan oleh sekolah. Keterbatasan buku tersebut secara langsung berdampak pada sulitnya anak menguasai ilmu pengetahuan yang dipelajari. Kecenderungan sekolah untuk mengganti buku setiap tahun ajaran baru selain semakin memberatkan orangtua juga menyebabkan inefisiensi karena buku-buku yang dimiliki sekolah tidak dapat lagi dimanfaatkan oleh siswa.


KESIMPULAN
Perlengkapan sekolah merupakan salah satu bagian kajian dalam administrasi sekolah (school administration), atau administrasi pendidikan (educational administration) dan sekaligus menjadi bidang garapan kepala sekolah selaku administrator sekolah yang diharapkan dapat memberikan layanan secara profesional dalam bidang perlengkapan atau fasilitas kerja bagi personel sekolah.

Perlengkapan sekolah, atau juga sering disebut dengan fasilitas sekolah, dapat dikelompokkan menjadi: (1) sarana pendidikan; dan (2) prasarana pendidikan. Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, sedangkan prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah.

Sarana dan prasarana pendidikan dapat diklasifikasikan dari sudut: (1) habis tidaknya dipakai; (2) bergerak tidaknya pada saat digunakan; dan (3) hubungannya dengan proses belajar mengajar.
Ditinjau dari habis tidaknya dipakai: (1) sarana pendidikan yang habis dipakai, dan

(2) sarana pendidikan yang tahan lama.
Ditinjau dari pendidikan bergerak tidaknya: (1) sarana pendidikan yang bergerak, (2) sarana pendidikan yang tidak bisa bergerak.

Ditinjau dari hubungannya dengan proses belajar mengajar, ada dua jenis sarana pendidikan. Pertama, sarana pendidikan yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. Sebagai contohnya adalah kapur tulis, atlas, dan sarana pendidikan lainnya yang digunakan guru dalam mengajar. Kedua, sarana pendidikan yang secara tidak langsung berhubungan dengan proses belajar mengajar, seperti lemari arsip di kantor sekolah merupakan sarana pendidikan yang tidak secara langsung digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar.

Prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam. Pertama, prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik keterampilan, dan ruang laboratorium. Kedua, prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar.

Prinsip-prinsip pengadaan sarana dan prasarana pendidikan: (1) prinsip pencapaian tujuan; (2) prinsip efisiensi; (3) prinsip administratif., (4) prinsip kejelasan tanggung jawab; dan (5) prinsip kekohesifan. Apabila kelima prinsip tersebut diterapkan, manajemen perlengkapan pendidikan bisa menyokong tercapainya tujuan pendidikan.

Proses pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan, meliputi: (1) perencanaan sarana prasarana sekolah, (2) prosedur perencanaan pengadaan sarana prasarana, (3) pengadaan sarana prasarana sekolah, (4) pendistribusian sarana prasarana sekolah, (5) penggunaan dan pemeliharaan sarana prasarana sekolah, (6) inventarisasi dan penghapusan sarana prasarana sekolah.

sumber : http://kajiansastra.blogspot.com/2009/04/problematika-sarana-dan-prasarana.html
oleh : Siti Aida Azis
Kamis , 14/08/2008
Rehab 11 Gedung Sekolah Ditargetkan Rampung 2008

Upaya untuk memperbaiki kualitas gedung sekolah terus dilakukan Dinas Pendidikan Dasar (Dikdas) DKI Jakarta. Saat ini, ada 11 gedung sekolah yang sedang dalam perbaikan dan ditargetkan rampung tahun ini. Agar tidak ada ketimpangan saat pembangunannya, Dikdas akan bekerja sama dengan Kantor Tata Bangunan dan Gedung (KTBG) dan konsultan untuk melakukan pengawasan.

Sekolah yang akan mengalami perbaikan adalah SMPN 163 (Jakarta Selatan), SMPN 189 (Jakarta Barat), SMPN 193 (Jakarta Timur), SMPN 215 (Jakarta Barat), SMPN 220 (Jakarta Barat). Kemudian SDN Mangga Besar 11, SDN Tugu Utara 15, SDN Kamal Muara 01, SDN Kembangan 01, SDN Sunter Jaya 03. Satu SDN dan 4 SMPN di antaranya merupakan proyek lanjutan tahun sebelumnya.

Sedangkan jumlah sekolah yang sudah dilakukan rehab total sejak tahun 2005-2007 lalu ada 67 sekolah. Rinciannya, 2005 ada 24 sekolah (18 SDN dan 6 SMPN), 2006 ada 14 sekolah (6 SDN dan 8 SMPN). Kemudian tahun 2007 ada 29 unit terdiri dari 20 SDN dan 9 SMPN.

Sukesti Martono, Kepala Dinas Dikdas DKI Jakarta, menegaskan, untuk rehab total terhadap 11 gedung di Jakarta, bagi Dinas Dikdas sudah tidak ada masalah lagi. Apalagi saat ini prosesnya sudah dimulai, yakni sudah masuk pada tahapan Surat Perintah Kerja (SPK). Saat ini, Dikdas sudah melakukan rapat koordinasi dengan gubernur. Direncanakan rehab total terhadap 11 gedung sekolah itu rampung tahun ini, mengingat seluruh pembangunan tidak masuk proyek multiyears, sehingga penganggarannya tidak dilakukan secara berkepanjangan. “Pokoknya tahun ini juga harus sudah selesai, tentunya tetap menggunakan standar kualitas yang tidak terkurangi,” kata Sukesti kepada beritajakarta.com, Rabu (20/8).

Mengenai pemeliharaan jika sudah rampung, diharapkan sekolah mampu menyiasatinya jangan mengandalkan pemerintah. Misalnya dengan kucuran dana BOP/BOS maka hendaknya tiap kepala sekolah dapat mengoperasionalkannya dengan baik dan benar. Setidaknya 15 persen dari dana tersebut harus dioptimalkan untuk pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah. Semua pengelolaan diserahkan pada pihak sekolah masing-masing berdasarkan manajemen berbasis sekolah. Penggunaan 15 persen dari dana BOS/BOP ini juga dalam rangka untuk penggunaan gedung yang lebih panjang waktunya. Makanya, setiap ada perbaikan gedung, atapnya itu harus menggunakan konstruksi baja ringan sehingga bangunan tetap awet.

Agar penyelesaian pembangunan seluruh gedung selesai sesuai target, Dikdas bakal menerapkan kerja dua shift (16 jam) per hari dalam pembangunannya. "Pokoknya kami berupaya agar target penyelesaian tercapai," sambung Rudy Siahaan, Kasubdis Gedung dan Perlengkapan Dinas Dikdas DKI Jakarta kepada beritajakarta,com, Rabu (20/8). Ia menegaskan, jika ada pemborong atau pelaksana pembangunan yang tidak dapat menuntaskan pekerjaannya pada tahun 2008 ini bisa diberikan sanksi tegas. Sanski tersebut bisa berupa, denda per hari sejumlah 1 per mil x nilai kontrak. Kemudian, perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut dalam daftar hitam dan jaminan pelaksanaan dicairkan.

Ia mengakui sempitnya waktu pengerjaan proyek mengakibatkan proses perbaikan sedikit terkendala. Belum lagi harga material yang sangat tinggi, tenaga kuli, dan anggaran yang tersedia. Saat ini pembangunan terhadap 11 sekolah yang akan direhab total itu sudah pada tahap awal pembangunan. Selain rehab total, Dinas Dikdas juga akan melakukan rehab berat terhadap 147 sekolah SDN/SMPN. Seluruh sekolah itu tersebar di lima wilayah ibukota, namun untuk rehab berat kewenangannya ada di Sudin masing-masing.

Menanggapi pengerjaan gedung sekolah yang sedang dikebut, Agus Dharmawan, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta menyayangkan, lambannya pengerjaan proyek pembangunan fisik tersebut karena ini bukan yang pertama kalinya. Menurutnya, sejak empat tahun terakhir ini, proyek fisik selalu dikerjakan di akhir tahun sehingga pengerjaannya tergesa-gesa. Harusnya pengerjaan gedung itu dilakukan di awal atau pertengahan tahun.

Jika pemenang tender berdalih menunggu anggaran cair maka hendaknya cari pengusaha lain yang mampu menalangi biaya rehab gedung tersebut. Agus khawatir, jika pengerjaan fisik itu dilakukan tergesa-gesa maka tidak akan tuntas. Kalaupun dipaksakan tuntas tahun ini maka kualitas bangunannya tidak maksimal. Alasannya, setiap bangunan yang menggunakan bahan semen maka perlu waktu lama untuk pengeringan, apalagi jika berupa cor-coran. “Pokoknya kemungkinan besarnya itu tidak kelar pada tahun ini. Kalaupun dipaksakan kelar, maka kualitasnya tidak bagus,” ujarnya kepada beritajakarta.com Rabu (20/8).

sumber http://www.jakarta.go.id/v22/darimejagub/pembangunan.php?idm=&jns=1&idkb=12&idnya=1812
oleh : NURITO
Perencanaan dalam Pembangunan SD
Oleh: MS Mustofa

SEJAK pelaksanaan otonomi daerah, penyelenggaraan pendidikan diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota. Tujuan sebenarnya untuk meningkatkan keberhasilan dalam pembangunan bidang pendidikan.
Apakah pemerintah kabupaten/kota mampu menerima tanggungjawab sebagai penyelenggara pendidikan? Akan diuji dalam waktu-waktu yang akan datang. Namun kondisi saat ini tampaknya pemerintah kabupaten/kota dapat dikatakan belum memiliki kesiapan.
Sejauh ini pemerintah pusat masih memberikan subsidi untuk pendidikan. Saat ini bahkan tes penerimaan PNS guru penanganannya mulai ditarik kembali ke pemerintah pusat. Demikian pula dalam urusan tes PSB/PMB, mulai ada wacana untuk ditangani pemerintah pusat.
Pemerintah pusat juga masih menyubsidi pendidikan melalui pengangkatan guru kontrak. Selain itu, pemerintah pusat juga masih besar intervensinya dalam penyelenggaraanpendidikan nonformal (PLS).
Bagaimana sebaiknya pemerintah kabupaten/kota menjalankan perannya sebagai penyelenggara pendidikan? Apa yang mula-mula harus dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota agar pembangunan pendidikan tidak mengalami kegagalan pascaotonomi daerah?
Kompleksitas Masalah
Pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) menghadapi masalah-masalah yang kompleks. Di antaranya adalah masalah banyak gedung dan meja/kursi yang rusak, kekurangan buku perpustakaan, kekurangan guru, kualitas lulusan yang rendah, dan masalah anggaran yang tidak mencukupi.
Karena itu, penting apa yang dikatakan Masíud Machfudz, guru besar dan sekretaris senat akademik UGM yang memandang bahwa pemecahan masalah pendidikan dasar harus tetap menjadi prioritas perhatian pemerintah (Kedaulatan Rakyat, 2 September 2004).
Tidak mudah menyimpulkan mana di antara masalah-masalah di atas yang harus menjadi prioritas. Sebagaian ahli dan pemerhati meresahkan masalah kualitas. Namun ketika masalah kualitas sedang dalam pemikiran, timbul masalah gedung sekolah yang hampir roboh.
Jika ditimbang-timbang, pada tingkat SD/MI, masalah yang menuntut perhatian mendesak adalah perhatian terhadap kondisi gedung sekolah dan guru. Pada saat ini gedung SD/MI banyak yang rusak dan guru-gurunya banyak yang hampir pensiun secara besar-besaran.
Dilihat dari masalah guru, persentase ketidaklayakan terbanyak terdapat pada SD/MI, sekitar 28 persen (Suara Merdeka, 11 Januari 2005).Berdasarkan kajian di Kabupaten Grobogan, gedung-gedung SD yang ada saat ini umurnya sudah tua dari jenis bangunan "proyek" yang kurang mementingkan mutu. Banyak gedung SD yang dibangun pada tahun 1973-1978, yang dikenal SD Inpres. Gedung-gedung dari periode ini banyak yang telah mengalami kerusakan.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Grobogan, Drs Sri Mulyadi MM menyebut sekitar 300-an gedung SD di daerahnya yang rusak, 90 di antaranya rusak berat (Suara Merdeka, 25 Maret 2004). Jumlah sebanyak itu berati lebih dari sepertiga, karena gedung SD/MI hanya berjumlah sekitar 872 gedung.
Pada tingkat Jawa Tengah, menurut Suwilan Wisnu Yuwono MM, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, dari jumlah ruang kelas SD/MI 127.235 yang rusak mencapai 27.811 (21,86 %) rusak berat dan lainnya 45.718 (35,93%) masuk kategori rusak ringan (Suara Merdeka, 11 Januari 2005).
Sarana/prasarana sekolah seperti meja, kursi, almari, rak dan buku-buku perpustakaan sekolah banyak pula yang telah rusak, bahkan sudah hancur. Sejumlah sarana/prasarana tersebut ternyata juga dibuat pada tahun 1973 - 1978 bersamaan dengan pembangunan SD Inpres.
Guru-guru SD juga sudah banyak yang akan pensiun. Guru yang segera pensiun merupakan guru yang saat ini telah memasuki masa kerja 35 tahun. Karena itu, diperkirakan pada tahun 2008 - 2012 akan terjadi pensiun guru dalam jumlah relatif besar. Padahal, di kabupaten/kota tidak setiap tahun ada pengangkatan guru, baik melalui seleksi PNS, guru kontrak (pusat/daerah), maupun guru honorarium daerah.
Sebagai contoh di Kabupaten Grobogan, jumlah guru PNS yang pensiun diperkirakan mencapai 15 orang per bulan atau mencapai sekitar 180 orang per tahun. Jika tiga tahun saja tidak ada pengangkatan guru, maka Kabupaten Grobogan telah kekurangan guru sebanyak 540-an orang.
Perencanaan Pendidikan
Permasalahan dalam pendidikan yang demikian kompleks harus dipikirkan jalan keluarnya secara sungguh-sungguh oleh pemerintah. Pemerintah, baik pusat, provinsi maupun kabupaten tak dapat membiarkan masalah-masalah pendidikan terus berkembang menjadi masalah yang makin sulit diatasi.
Hal mendesak yang harus dilakukan adalah pemerintah kabupaten/kota selaku penerima mandat otonomi daerah segera menyusun perencanaan pembangunan pendidikan secara terprogram dan berkelanjutan.Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah: Pertama, membuat peta keadaan pendidikan. Peta tersebut mencakup keadaan gedung sekolah yang terdiri atas jumlah dan persebaran, kualitas, dan daya tampung gedung sekolah, dan
keadaan sarana kelengkapan sekolah, seperti halaman, pagar, sumur, tempat ibadah, sarana kesehatan sekolah (UKS), sarana perpustakaan.
Peta pendidikan mencakup pula gambaran keadaan guru, yang menunjukkan keadaan jumlah guru per sekolah dan perbidang studi, status berdasarkan PNS dan non-PNS, tingkat pendidikan, dan masa kerja, golongan ruang dan kelayakan mengajar serta sistem karier guru.
Selain itu, juga digambarkan keadaan siswa mencakup jumlah dan persebaran siswa, dan siswa berdasarkan prestasi belajar di sekolah.
Selanjutnya, penjelasan keadaan sarana/prasarana dan lingkungan sekolah, baik lingkungan fisik, sosial, maupun budaya yang dapat mendukung penyelenggaraan pendidikan. Keadaan sarana/ prasarana mencakup keadaan meja/kursi, papan tulis, perpustakaan sekolah, ruang UKS, alat-alat olahraga, media/alat peraga, halaman sekolah, pagar, sarana ibadah, dan kamar mandi/WC sekolah.
Peta dan penjelasaan keadaan lingkungan tersebut meliputi gambaran keadaan pendidikan tingkat kabupaten/kota, tingkat kecamatan, tingkat desa, hingga tingkat sekolah.
Kedua, berdasarkan peta tersebut, disusun pula masalah-masalah yang dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan dilihat dari potensi yang dimiliki sekolah, kelemahan-kelemahan, dan peluang serta tantangan yang ada.Dengan melihat kaitan antarkomponen gedung, guru dan siswa serta lingkungan sekolah, dapat diketahui masalah-masalah dalam penyelenggaraan pendidikan yang mendesak untuk ditangani. Misalnya, berapa kekurangan ruang kelas, kekurangan guru, kekurangan alat-alat belajar dan sebagainya.
Ketiga, menyusun rencana pembangunan pendidikan sekurang-kurangnya dalam jangka lima tahunan. Berapa dan bagaimana caranya gedung dapat direnovasi, buku yang harus diadakan, meja/kursi harus diganti/diadakan dan guru yang harus diangkat per tahun dalam lima tahun yang akan datang, dan bagaimana meningkatkan kualitas guru yang masih kurang layak mengajar.
Berdasarkan masukan tersebut, dalam program selanjutnya dapat diusulkan rencana anggaran yang dibutuhkan dan dari mana sumber dana dapat diperoleh.Penyusunan inipenting untuk menginventarisasi, mengidentifikasi, dan memecahkan masalah-masalah pendidikan, menentukan skala prioritas, dan pada akhirnya menentukan anggaran yang diperlukan. Perencanaan juga memungkinkan dilakukan evalusi tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan, hambatan-hambatan dan upaya memperbaiki langkah selanjutnya.
Rancangan seperti itu di kabupaten/kota sebagian sudah ada, yang disusun dalam bentuk Rencana Strategis (Renstra), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), atau Rencana Induk Program Pokok (RIPP). Namun rancangan yang ada masih banyak yang berupa paparan data statistik, karena itu perlu dirinci dalam penjelasan perancangan program-program yang lebih operasional. (29)

sumber : http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Perencanaan-dalam-Pembangunan-SD
oleh : MS Mustofa
Dicairkan, Bantuan Sekolah Rusak Rp 3,25 Miliar

CILACAP - Dana perbaikan sarana-prasarana tahap II bagi sekolah-sekolah yang rusak di Cilacap, mulai pekan ini bisa dicairkan. Totalnya, Rp 3,25 miliar dan bersumber dari APBD Cilacap.

''Saat ini, dana perbaikan tahap II sudah bisa diambil. Karena yang mendapat dana banyak, diharapkan pengambilannya dapat bergantian agar mekanismenya mudah,'' kata Kepala Bagian Pembangunan Setda Cilacap, Farid Maruf.

Dia mengatakan, dengan pengambilan tahap II itu maka total dana perbaikan sekolah pada 2006 ini mencapai Rp 6,5 miliar. Penyediaan dana itu sebagai bagian dari upaya pemkab untuk memperbaiki sekolah yang rusak. ''Jumlah sekolah penerima bantuan 208 buah, tersebar di 24 kecamatan yang ada di Kabupaten Cilacap,'' katanya.

Menurut dia, 208 sekolah yang diberi bantuan itu merupakan gabungan sekolah dari TK, SD/MI, SMP/MTs, dan SLTA. Dana yang akan dibagikan itu merupakan dana sarana dan prasarana murni sebelum perubahan APBD Cilacap. Artinya, bila di perubahan APBD nanti ada dana sarana prasarana lagi, maka jumlahnya akan bertambah.

''Tahap I dan II ini merupakan dana APBD murni. Bisa jadi akan ada lagi setelah proses perubahan APBD,'' ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan, pada 2006 ini banyak sekolah di Cilacap yang mengalami kerusakan. Selain karena usia bangunan yang sudah tua, penyebab lain adalah bencana alam seperti banjir dan tanah longsor yang terjadi beberapa waktu lalu.

Data yang ada menunjukkan, dana sarana prasarana pendidikan setiap tahun selalu dialokasikan. Jumlahnya bervariasi, bergantung kepada jumlah sekolah yang rusak dalam tahun berjalan.

Setiap sekolah, dari 208 sekolah yang ada, menerima dana bantuan dalam jumlah yang tidak sama. Untuk tahun ini, jumlah terkecil dana sarana dan prasarana yang diberikan Rp 3 juta, sedangkan jumlah terbesar Rp 45 juta.

Dana yang dibagikan itu, kemudian menjadi wewenang komite dan kepala sekolah dari sekolah penerima. Sifat dari bantuan tersebut, sebenarnya merupakan dana simultan. ''Dengan harapan, dana tersebut nantinya dapat didukung oleh dana swadaya masyarakat guna perbaikan yang ada,'' tandasnya.

Diperkirakan, total dana perbaikan sarana-prasarana sekolah untuk 2006 akan lebih besar dari 2005. Parameternya, besaran dana yang turun sebelum ada perubahan APBD. Untuk 2005, dana yang turun sebelum perubahan APBD hanya Rp 2,3 miliar, sedangkan setelah perubahan APBD 2005 sebanyak Rp 5,1 miliar, sehingga totalnya mencapai Rp 7,4 miliar.

''Karena untuk 2006 sebelum perubahan saja sudah turun Rp 6,5 miliar, maka diperkirakan jumlah totalnya akan lebih besar dari 2005. Tapi dengan catatan, jika memang setelah perubahan masih ada dana sarana dan prasarana lainnya,'' katanya.

Masalah sekolah yang rusak, selama ini memang telah menjadi keprihatinan banyak pihak. DPRD kerap meminta pemkab memberi perhatian lebih terhadap sekolah rusak. ''Karena menyangkut hajat hidup orang banyak, tidak ada salahnya jika perbaikan sekolah yang rusak menjadi prioritas utama pembangunan di Cilacap,'' kata Ketua Komisi C (Bidang Pembangunan), Muslikhin. (G2-55a)

sumber : http://www.suaramerdeka.com/harian/0608/03/ban06.htm